Kesempurnaan Akhlak Rasulullah saw
Sifat mulia dari Rasulullah s.a.w. telah diperlihatkan dalam ratusan kejadian dan kenyataannya bersinar terang seperti sang surya. Sifat-sifat seperti murah hati, welas asih, pengurbanan, keberanian, kesalehan, kepuasan hati atas apa yang ada serta menarik diri dari duniawi, semuanya itu jelas sekali pada sosok Nabi Suci Muhammad Rasulullah s.a.w. dibanding dengan Nabi-nabi lainnya.
Rencana
Tuhan berkaitan dengan para Nabi dan orang-orang suci adalah agar
mereka itu memperlihatkan dan menegakkan semua bentuk dari sifat-sifat
akhlak yang mulia. Guna memenuhi rencana demikian maka Allah s.w.t.
membagi kehidupan mereka dalam dua bagian. Bagian pertama kehidupan
mereka dilalui dalam kesengsaraan dan berbagai penderitaan dimana mereka
itu disiksa dan dianiaya, dimana melalui tahapan ini mereka akan
memperlihatkan akhlak luhur yang hanya bisa dikemukakan pada saat
keadaan sedang sulit. Bila mereka ini tidak diharuskan menjalani
kesulitan yang besar maka sukar untuk menegaskan bahwa mereka
benar-benar tetap setia kepada Tuhan-nya dalam segala kesulitan serta
tetap bersiteguh maju terus dalam upayanya. Mereka bersyukur kepada
Tuhan yang Maha Kuasa bahwa mereka telah dipilih-Nya sebagai sosok yang
patut teraniaya di jalan Allah.
Tuhan yang Maha Agung mendera mereka
dengan segala cobaan agar terlihat jelas bagaimana manifestasi keteguhan
hati dan kesetiaan mereka kepada Tuhan mereka. Dalam hal ini
sebagaimana dalam peribahasa, nyata bahwa keteguhan hati itu lebih
tinggi nilainya daripada mukjizat. Keteguhan hati yang sempurna tidak
akan terlihat jika tidak ada kesulitan besar yang dihadapi dan hanya
bisa dihargai jika orang tahu bahwa yang bersangkutan memang telah
mengalami goncangan yang dahsyat. Semua musibah tersebut merupakan
berkat ruhani bagi para Nabi dan orang-orang suci karena melalui hal
itulah sifat-sifat mulia mereka yang tidak ada tandingannya menjadi
nyata dan derajat mereka akan ditinggikan di akhirat.
Bila mereka tidak ada mengalami cobaan
yang berat maka mereka tidak akan memperoleh berkat-berkat tersebut,
tidak juga sifat mulia mereka menjadi tampak kepada umat manusia.
Keteguhan hati, kesetiaan dan keberanian mereka tidak akan diakui secara
universal. Mereka itu menjadi tiada tara dan tanpa tandingan serta
demikian berani dan sempurna sehingga masing-masing dari mereka itu
sepadan dengan seribu singa yang berada dalam satu tubuh atau seribu
harimau dalam satu kerangka. Dengan cara demikian itulah kekuatan dan
kekuasaan mereka menjadi suatu yang diagungkan dalam pandangan manusia
dan mereka mencapai tingkatan tinggi dalam kedekatan kepada Allah s.w.t.
Bagian kedua dari kehidupan para Nabi
dan orang-orang suci adalah saat kemenangan, derajat mulia dan kekayaan
dilimpahkan kepada mereka dimana pada saat itu pun mereka akan
memperlihatkan akhlak mulia mereka yang memang efektif pada saat mereka
menggenggam kemenangan, kekayaan dan kekuasaan. Mengampuni mereka yang
tadinya menyiksa, bersabar hati terhadap para penganiaya, mencintai
musuh, tidak mencintai kekayaan atau bangga terhadapnya, membuka gerbang
berkat dan kemurahan hati, tidak menjadikan kekayaan sebagai sarana
pemuas diri, tidak menjadikan kekuasaan sebagai alat penindasan,
semuanya itu merupakan sifat-sifat mulia dengan persyaratan bahwa yang
bersangkutan memang sedang memiliki kekuasaan dan kekayaan. Para Nabi
dan orang-orang suci itu malah akan memperlihatkan semua sifat mulia itu
saat mereka telah memiliki kekuasaan dan kekayaan.
Kedua bentuk sifat-sifat akhlak mulia
tersebut tidak mungkin dimanifestasikan tanpa melalui tahapan kesulitan
dan cobaan serta tahapan kekuasaan dan kemakmuran. Kebijaksanaan yang
sempurna dari Allah s.w.t. mengharuskan bahwa para Nabi dan orang-orang
suci diberikan kedua bentuk kesempatan tersebut yang sebenarnya
merupakan realisasi ribuan berkat. Hanya saja urut-urutan dari kondisi
demikian tidak akan sama bagi setiap orang. Kebijakan Ilahi menentukan
bahwa beberapa orang akan mengalami periode kedamaian dan kenyamanan
mendahului periode kesulitan, sedangkan pada yang lainnya dimulai dengan
periode kesulitan sebelum datangnya pertolongan Tuhan. Dalam beberapa
kejadian, kondisi demikian tidak terlalu jelas perbedaannya sedangkan
pada yang lainnya dimanifestasikan secara sempurna.
Berkaitan dengan hal ini yang paling
menonjol adalah Rasulullah s.a.w. karena kedua kondisi itu dikenakan
secara sempurna atas wujud beliau sedemikian rupa sehingga sifat akhlak
beliau menjadi bersinar cemerlang laiknya matahari, dan semua itu
tercermin dalam ayat:
“Sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlak luhur”. (S.68 Al-Qalam:5).
Jika dinilai bahwa Rasulullah s.a.w.
adalah sempurna di dalam kedua bentuk sifat akhlak melalui pembuktian di
atas, maka melalui itu dibuktikan juga keluhuran akhlak para Nabi-nabi
lainnya dan dengan demikian telah meneguhkan Kenabian mereka,
kitab-kitab yang mereka bawa serta kenyataan bahwa mereka semua adalah
kekasih Allah s.w.t. Pendapat ini memupus keberatan sebagian orang akan
akhlak Nabi Isa a.s. yang dianggap tidak cukup sempurna menghadapi kedua
kondisi tersebut. Memang benar bahwa Nabi Isa a.s. menunjukkan
keteguhan hati dalam keadaan kesulitan, hanya saja bentuk kesempurnaan
akhlak tersebut baru akan terlihat sempurna jika saja pada saat itu Nabi
Isa memperoleh kekuasaan dan keunggulan di atas para penganiaya beliau
dan beliau kemudian mengampuni mereka dari lubuk hati yang paling dalam
sebagaimana halnya perlakuan Rasulullah s.a.w. terhadap penduduk Mekah
saat kota itu takluk kepada umat Islam. Penduduk kota Mekah memperoleh
pengampunan penuh kecuali beberapa orang yang ditetapkan Tuhan harus
menjalani hukuman karena kejahatan mereka yang luar biasa.
Rasulullah s.a.w. setelah mencapai kemenangan malah mengumumkan:
لا تثريب عليكم اليو م
“Tidak akan ada yang menyalahkan kalian pada hari ini.”.
Karena adanya pengampunan demikian yang
semula dianggap mustahil dalam pandangan para musuh beliau, dimana
tadinya mereka merasa patut dihukum mati atas segala kejahatan mereka,
maka beribu-ribu orang lalu baiat ke dalam agama Islam dalam jangka
waktu bilangan jam saja.
Keteguhan hati Rasulullah s.a.w. yang
diperlihatkan dalam jangka waktu panjang di bawah penganiayaan mereka,
di mata mereka menjadi cemerlang bercahaya seperti matahari. Sudah
menjadi fitrat manusia bahwa keagungan dari keteguhan hati seseorang
menjadi nyata saat yang bersangkutan mengampuni para penganiayanya
ketika ia kemudian memperoleh kekuasaan di atas mereka. Karena itulah
sifat luhur akhlak Nabi Isa a.s. di bidang keteguhan, kelemah-lembutan
dan daya tahan tidak terlihat sepenuhnya dimana tidak jelas apakah
keteguhan sikapnya itu karena pilihan sendiri atau memang karena
terpaksa. Nabi Isa a.s. tidak sempat memperoleh kekuasaan di atas para
penganiaya beliau sehingga tidak bisa dibuktikan apakah beliau memang
kemudian akan mengampuni para musuhnya atau memilih mengambil pembalasan
dendam atas diri mereka itu.
Berbeda dengan keadaan Nabi Isa a.s.,
sifat mulia dari Rasulullah s.a.w. telah diperlihatkan dalam ratusan
kejadian dan kenyataannya bersinar terang seperti sang surya.
Sifat-sifat seperti murah hati, welas asih, pengurbanan, keberanian,
kesalehan, kepuasan hati atas apa yang ada serta menarik diri dari
duniawi, semuanya itu jelas sekali pada sosok Nabi Suci s.a.w. dibanding
dengan Nabi-nabi lainnya. Allah yang Maha Kaya menganugerahkan harta
benda yang amat banyak kepada Rasulullah s.a.w. dan beliau membelanjakan
nya semua di jalan Allah dan tidak ada sekeping mata uang pun yang
digunakan untuk kepuasan diri sendiri. Beliau tidak ada mendirikan
bangunan megah atau istana untuk diri sendiri dan tetap saja hidup di
sebuah gubuk tanah liat yang tidak berbeda dengan rumah kediaman umat
yang paling miskin. Beliau berlaku welas asih terhadap mereka yang
tadinya menganiaya beliau serta menolong mereka dengan daya sarana milik
beliau sendiri. Beliau tinggal di sebuah gubuk tanah liat, tidur di
lantai serta makan dari roti gandum yang kasar atau puasa jika tidak ada
apa-apa. Beliau dikaruniai kekayaan dunia dalam jumlah amat besar
tetapi beliau tidak mau mengotori tangan beliau dengan harta itu dan
tetap memilih hidup miskin daripada kemewahan serta kelemah-lembutan
daripada kekuasaan. Dari sejak hari pertama beliau diutus sampai dengan
saat beliau kembali kepada Tuhan beliau di langit, beliau tidak pernah
menganggap penting apa pun selain Allah s.w.t. Beliau memberikan bukti
keberanian, kesetiaan dan keteguhan hati di medan perang menghadapi
ribuan musuh dimana maut mengintai selalu, semata-mata hanya karena
Allah. Singkat kata, Allah yang Maha Agung memanifestasikan sifat-sifat
mulia beliau seperti welas asih, kesalehan, kepuasan atas apa yang ada,
keberanian dan segala hal yang berkaitan dengan kecintaan kepada Allah
s.w.t. yang padanannya belum pernah ada pada masa sebelum beliau dan
tidak akan pernah ada lagi setelah beliau.
Berkaitan dengan Nabi Isa a.s., sifat
akhlak mulia tersebut tidak jelas dimanifestasikan karena hal seperti
itu baru akan nyata jika seseorang kemudian memperoleh kekayaan dan
kekuasaan, dan hal itu tidak ada terjadi pada diri Nabi Isa a.s. Pada
keadaan beliau ini, kedua bentuk sifat akhlak tersebut tetap tinggal
tersembunyi karena kondisi untuk manifestasinya tidak ada. Namun
keberatan yang dianggap sebagai kekurangan pada diri nabi Isa a.s.
tersebut telah ditimbali dengan contoh sempurna dari Rasulullah s.a.w.
karena contoh yang dikemukakan Nabi Suci s.a.w. telah menyempurnakan dan
melengkapi kekurangan pada Nabi-nabi lain sehingga apa yang semula
meragukan sekarang telah jadi jelas. Wahyu dan Kenabian berakhir di
sosok yang mulia ini karena semua keluhuran telah mencapai puncaknya
dalam diri beliau. Semua ini merupakan rahmat Allah s.w.t. yang
dikaruniakan kepada siapa yang dipilih-Nya.
Komentar
Posting Komentar